Masyarakat Banyumas sering menggunakan
kudhi dalam kesehariannya sebagai alat memotong layaknya golok atau parang bagi komunitasnya
terutama masyarakat di wilayah perdesaan.
Kudi sebagai alat memotong merupakan bagian
dari budaya universal, yaitu elemen sistem peralatan hidup dan teknologi benda hasil
karya manusia berupa seluruh hasil fisik dan aktivitas perbuatan karya manusia dan
masyarakat, yang dapat dilihat, diraba dan di foto.
Benda budaya merupakan objektivikasi nilai sosial. Sebagai
hasil kreasi atas ide dalam pikiran manusia, melalui objektivikasi, Kudi memuat
nilai-nilai budaya masyarakatnya. Oleh karena itu, Kudi lebih dari sekedar alat untuk memotong. Benda budaya selalu hasil produksi manusia yang merefleksikan seperti apa tujuannya—membangun suatu relasi
yang esensial antara kebutuhan dasar manusia dengan objek-objek material
kebutuhannya. Proses tersebut merupakan fungsi transformasi dari sifat dasar
manusia yang menciptakannya.
Secara morfologi,
kudi sebagai alat untuk memotong hanya memiliki satu sisi tajam, sangat khas namun
memiliki kemiripan dengan kujang khas Jawa Barat namun ukurannya lebih besar dan
panjang. Kemiripan bentuk atas keduanya, merupakan akulturasi dari dua kebudayaan
yang berbeda yakni Jawa dan Sunda, sebab secara geografis letak Karesidenan Banyumas
di dekat perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat. Adanya
interaksi budaya antara Jawa-Sunda merupakan efek alamiah evolusi budaya.
Sebagai
hasil objektivikasi, kudi memuat nilai-nilai budaya masyarakatnya—konsep mengenai
sesuatu dalam pikiran sebagian besar dari masyarakatnya, yang mereka anggap bernilai,
penting dan berharga dan dijadikan pedoman hidup masyarakat yang menciptakannya
.
Bentuk yang khas dari kudi, dibuat agar kudi memiliki beragam fungsi. Bagian bawah
yang menyerupai setengah lingkaran dan menggelembung berfungsi untuk membela benda
keras seperti kayu, fungsi lekukanya di antara sisi yang menggelembung di buat untuk
menghaluskan benda seperti bambu.
Ujungnya yang tajam dan lancip di gunakan untuk
mencongkel dan membuat lubang. Bagian punggung yang cukup tebal di gunakan untuk
memukul benda keras, sehingga memiliki fungsi palu. Sebagai alat memotong, kudi
adalah alat yang multifungsi jika dibandingkan dengan alat sejenisnya. Hal ini merupakan
cerminan sifat darimasyarakat Banyumas yang fleksibel dan simple dalam berbagai
hal, seperti mengerjakan dan melakukan sesuatu, karena hal ini melekat pada alat
penopang pekerjaan.
Kudi juga melekat dengan ketoprak Banyumasan dan wayang jemblung
. Lebih
jauh dari fungsinya secara substantif, bagian ujung dari kudi adalah nilai
egalitarian, dimana sikap menghargai sesuatu yang berbeda sangat di junjung tinggi
oleh masyarakat Banyumas, terlebih dalam melihat kebudayaan yang lain.
Bagian perut yang menonjol menunjukan bahwa manusia hidup bukan untuk nafsu melainkan
bekerja dan berusaha—bagian perut kudi yang mampu melakukan pekerjaan berat yakni
memotong benda yang cukup berat, lalu karah sebagai symbol bahwa penampilan bukan
acuan untuk menilai orang—tidak semua karah yang berukir dan bagus memiliki sisi
yang tajam, dan gagang yang besa rmerupakan visi bahwa masyarakat Banyumas dalam
menyikapi hidup harus memiliki pegangan dankeyakinan yang jelas dan besar.
Bahkan dalam pencarian city
branding kudi akan dilombakan untuk mewakili logo entitas masyarakat Banyumas. Pengamat
branding kota-kota yang juga dosen Fisipol Unsoed Purwokerto, Drs Dodit Bambang
Widodo MSi, mengatakan pemenang lomba haruslah yang menemukan frasa branding
yang mencerminkan kekhasan Banyumas secara umum. Begitu juga logo Banyumas seperti
apa yang menang lomba juga harus diberi ukuran yang jelas.
"Yang
jadi pemenang tidak mungkin yang menemukan frasa tetapi hanya mewakili kekhasan
kulinerBanyumas saja.Misalnya adaf rasa 'Banyumas Satria Berkudi'. Ini menarik,
karena masyarakat Banyumas memang terkenal kesatria, dan ciri khas senjata milik
masyarakat Banyumas adalah kudi, yakni senjata mirip parang tetapi amat gendut bentuknya”
Walaupun nilai budaya berfungsi sebagai
pedoman hidup manusia dan masyarakat, namun hal itu bersifat umum, memiliki lingkup
yang sangat luas serta sulit diterangkan dengan rasional dan nyata. Karena sifatnya
yang abstrak, hal tersebut berada dalam daerah emosional dari jiwa para individu
yang menjadi warga dan kebudayaan bersangkutan.
Koentjaraningrat,
2009.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta;
RinekaCipta.
George Ritzer, 2004. Sociological Theory.New
York; McGraw-Hill. Hlm.53
Koentjaraningrat,
op.cit. hlm.153
http://www.visitbanyumas.com/seni-budaya-banyumas/item/kudhi_banyumasan
http://krjogja.com/read/249113/city-branding-banyumas-bakal-dilombakan.kr
Komentar
Posting Komentar